Senin, 27 Februari 2012

Demi Masa (2): URGENSI WAKTU || waiman cakrabuana

Ô
URGENSI WAKTU

Allah bersumpah dengan “{العصر}” yang artinya “Waktu”, “Zaman” dan “akhir waktu”. Tentu maksudnya (baca hikmahnya) adalah agar manusia memperhatikan “{العصر}

Ath-Thobari (dalam tafsir QS Al-Ashr)[1] mengemukakan beberapa makna “{العصر}” yaitu:
1.       Ad-Dahru (waktu)
2.       Sa’atun Min Sa’atin Nahaar (bagian dari waktu siang yaitu akhir siang / waktu ashar)

Makna “{العصر}” juga berarti “zaman” seperti yang diungkap oleh Buya Hamka yang mengutip pandangan Muhammad Abduh dalam tafsir Al-Manaar[2]. Seperti ungkapan “ashru al isti’mari Al Inzilijiyyah” artinya “Zaman / era penjajahan Inggris”.

Ketiga makna “{العصر}” tersebut memiliki hikmah yang perlu diperhatikan oleh manusia:




Ô  PERHATIKANLAH WAKTU

Waktu disini adalah waktu yang umum, yaitu :
§  waktu lampau (sudah terjadi),
§  waktu sekarang (sedang terjadi)
§  dan waktu nanti (akan terjadi).

Disini manusia akan mendapat kerugian yang besar, jika tidak memperhatikan dan mengelola waktu waktu dalam hidupnya.

Ada ungkapan yang populer:
bahwa hari ini lebih baik daripada hari kemarin
dan hari esok harus lebih baik daripada hari ini[3].

Ungkapan ini sangat bermanfaat untuk mengelola waktu dan merencanakan serta mengisi hari hari agar tidak mendapat kerugian.

Rasulullah mengingatkan pentingnya waktu karena kelalaian dalam mengisi waktu waktu didunia ini akan berakibat fatal kelak diakherat.

Rasullullah Shallallahu `Alaihi Wa Sallam bersabda ;

لا تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ حَتّى يُسْأَلُ عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ
وَ عَنْ عِلْمِهِ فِيْمَا فَعَلَ وَ عَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَ فِيْمَا أَنْفَقَهُ وَ عَنْ جِسْمِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ

 Tidaklah bergeser kedua kaki hamba pada hari kiamat sampai ditanya tentang empat perkara, tentang umurnya untuk apa ia habiskan,tentang ilmunya apa yang ia amalkan,tentang hartanya dari mana ia mendapatkan dan kemana ia belanjakan dan tentang badannya untuk apa ia rusakkan ( habiskan ). “ ( HR. Tirmidzi dari Abu Barzah)

Ø Masa lalu adalah masa yang harus dievaluasi agar kita tidak merugi dimasa depan.

Tidak ada seorang pun yang mampu menghindar dari penghisaban[4] di akhirat kelak. Allah berfirman, ''Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka.'' (QS 88: 25-26).

~ Jika masa lalumu adalah masa yang diisi dengan kesalahan maka:

1- segeralah sadari (akui),  ~al Iqla~ (QS 53/32, 18/104)

2- kemudian sesali kesalahan yang sudah terjadi  ~Nadaamah~

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah RA :

تَوْبَةٌ النَّدَمُ
"Menyesal adalah (inti) taubat."

3- kemudian bertaubatlah  ~Taubat~ (QS 24/31, 39/53)

4- lakukan perbaikan perbaikan ~ Ihsan~ (QS 11/114 )

5- Dan jadikan nasihat agar tidak mengulanginya kembali dimasa depan ~Nashuha~ (QS 3/135)

~ Dan jika masa lalumu diisi dengan kebaikan kebaikan, maka segeralah bersyukur agar terus bersemangat dalam melakukan kebaikan dan barokah / semakin bertambah kebaikannya dimasa kini dan masa datang (QS 14/7)


Ø Masa Sekarang adalah masa yang riil yang mutlak harus diisi dengan kebaikan kebaikan, jangan lalai dan jangan tertipu. Lakukan sekarang juga berbagai kebaikan kebaikan dan hindari sekarang juga kejelekan kejelekan amal.
Ingatlah firman Allah:”Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”  Al-a’raf : 34.

Ø Masa Depan adalah masa yang harus direncanakan agar meraih keberuntungan.
 
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS Al-Hasyr (59) ayat 18)



Ô PERHATIKAN AKHIR WAKTU

Ashar adalah waktu akhir siang, sebentar lagi datang malam. Perhatikan waktu asharmu memiliki hikmah: agar kita selalu meyakini bahwa hidup kita didunia ini ibarat sudah di penghujungnya, sebentar lagi kita akan beralih ke alam yang lain melaui pintu gerbang kematian.

Orang yang merasa hidupnya didunia ini masih lama akan cenderung mensia-siakan waktunya. Semenatara orang yang merasa bahwa waktunya didunia ini sudah dipenghujungnya pasti akan awas dan waspada, sehingga detik detik kehidupannya akan diisi dengan karya terbaik. Ia berharap jika saat ini ajal menjemput dirinya berada diakhir amal yang baik (husnul Khatimah).
Diriwayatkan  dalam kitab at-Tirmidzi juga dari Nafi', dari Ibnu Umar, ia mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه و سلم إِذَا وَدَّعَ رَجُلاً، أَخَذَ بِيَدِهِ، فَلاَ يَدَعُهَا حَتَّى يَكُوْنَ الرَّجُلُ هُوَ الَّذِيْ يَدَعُ يَدَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلم ، وَيَقُوْلُ: أَسْتَوْدِعُ اللهَ دِيْنَكَ وَأَمَانَتَكَ وَآخِرَ عَمَلِكَ.
"Jika Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam berpamitan kepada seseorang, maka beliau memegang tangannya. Dan beliau tidak meninggalkannya hingga orang itulah yang melepas tangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau mengu-capkan, 'Aku menitipkan pada Allah agamamu, amanatmu, dan akhir amalmu'."


Ô PERHATIKAN ZAMAN

Ashr juga bermakna Zaman, Kurun waktu atau Era. Contoh Zaman Penjajahan Belanda, Zaman Penjajahan Jepang, Orde Baru, Orde lama dan lain lain.

Orang yang tidak memperhatikan dan membaca Zamannya ia tidak akan mampu menyesuaikan diri dengan zamannya, padahal setiap zaman itu melahirkan tuntutan karya yang berbeda sesuai zamannya


Hanya manusia yang benar benar memperhatikan : “Waktu”, “Akhir Waktu” dan “Zamannya” yang berpeluang lolos dari kerugian (Khusrin).
 


[1] Ibnu Jarir At-Thobari, “Jami’ul Bayaan An Ta’wilil Qur’an”, Qoiro tahun 1422 H / 2001 M, Juz 24, hal 612
[2] http://tafsir.cahcepu.com/alashr/al-ashr-1-3/
[3] Ungkapan serupa sering disandarkan kepada Rasulullah SAW atau kepada Sayyidina Ali RA, tetapi riwayat keduanya mengandung kelemahan
[4] Penghisaban adalah penghitungan amal amal yang sudah dikerjakannya dimasa lalu (dunia)
»»  SELENGKAPNYA...

Demi Masa (1): PESAN PENTING || waiman cakrabuana

Demi Masa
by: Waiman Cakrabuana



Artinya:
1. demi masa.. 2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,. 3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS Al-Ashr (103) ayat 1-3)

Qur’an Surat Al-Ashr ini tergolong surat Makiyyah, yaitu surat yang turun sebelum Rasulullah Hijrah dari Makkah ke Yatsrib (Madinah). Surat ini memiliki 3 ayat yang pendek pendek bacaannya.

Berkaitan dengan keutamaan surat Al-Ashr ini, Imam Syafi’ie berkata: ”Seandainya setiap manusia merenungkan surat ini, niscaya hal itu akan mencukupi untuk mereka.” [1]

Bahwa kandungan surat Al-Ashr ini , jika di tadabburi (dipelajari) didalamnya sudah cukup memuat apa saja yang harus dilakukan oleh seorang muslim, yaitu: Meyakini Islam (Iman), Mengamalkan Syari’at Islam (amal shaleh), Mendakwahkan Islam, dan Sabar dalam berdakwah.

Tidak heran, jika dalam riwayat Thabrani RA ditemukan riwayat bahwa para sahabat tidak berpisah sebelum mereka saling membacakan surat ini kepada temannya[2].


Ô
PESAN PENTING

QS Al-Ashr ini diawali dengan sumpah, dan yang bersumpah dalam surat ini adalah Allah SWT.

Didalam disiplin ilmu balaghoh, kondisi psikologis orang yang diajak bicara / lawan bicara  (mukhothob)  itu ada 3[3]:

1. Ibtida’i: Mukhothob (lawan bicara) tidak ada asumsi apa-apa terhadap mutakallim (Pembicara)
2.   Thalaby: lawan bicara itu ragu-ragu terhadap ucapan pembicara
3.   Inkary: Lawan bicara tidak percaya terhadap ucapan Pembicara

Qasam (sumpah) dalam bahasa Arab biasanya dilakukan terhadap orang yang ragu atau Ingkar terhadap si Pembicara, atas apa yang akan disampaikan si Pembicara. Penggunaan Sumpah dalam bahasa Arab berfungsi untuk menegaskan atau meyakinkan orang yang diajak bicara (lawan bicara).

Dan suatu pesan itu,  jika diawali dengan sumpah ini berarti pesan itu dapat dikatagorikan sangat penting.

Allah SWT dalam QS Al-Ashr memulai dengan Qosam (sumpah), berarti:

1.  Pesan yang akan disampaikan oleh Allah, sebagai Pembicara, adalah pesan yang sangat penting.

2.  Manusia sebagai lawan bicara –Nya, dalam ilmu Allah, ada dalam keadaan ragu atau bahkan ingkar terhadap pesan penting yang akan disampaikan oleh Allah

Bahkan kalau kita teliti lebih dalam, setelah Allah Bersumpah, Allah menegaskan kembali dengan penegasan-penegasan (taukid) berikutnya, dengan redaksi “sungguh-sungguh”” dan “benar-benar”. Ini artinya, manusia yang akan menangkap pesan penting ini, bukan hanya berada dalam keraguan tapi sampai pada tingkat ingkar atas kontens (isi) pesan penting dari Allah ini.

“Pesan Penting” , menurut Allah, bagi manusia, walaupun sebagian besar manusia berada dalam keadaan ingkar (tidak meyakini) akan pentingnya pesan ini baginya.

Pesan penting dari Allah ini adalah : Bahwa manusia akan merugi jika tidak memiliki komitmen yang tinggi terhadap Islam, yaitu dengan Iman (meyakini Islam), Amal Shalih (mengamalkan Islam), Taushiyah (mendakwahkan Islam) dan Shabar (teguh didalam melaksanakan segala tuntutan Islam).”


[1] [Tafsir Ibnu Katsir 4 /550]

[2] tafsir Ibnu Katsir 4/550
[3] Lihat “Al Idoh Fi Uluumil Ma’ani wal Bayaan Wal Baadi’” , Jalaaludin Muhammad Abdurrahman, Daarul Kutubil Ilmiyyah – Beirut Libanon, th 2003 M / 1424 H, hal 27-30
»»  SELENGKAPNYA...

Sabtu, 25 Februari 2012

:: Cahaya Diatas Cahaya :: || waiman cakrabuana

“Alloh (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Alloh, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak disebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya diatas cahaya (berlapis-lapis), Alloh membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Alloh membuat perumpamaan bagi manusia, dan Alloh Maha Mengetahui segala sesuatu.”  
(Qs. An Nur:35).

Ooo
 
Al-Qur’an adalah Cahaya Allah’ yang Allah ibaratkan dengan PELITA didalam kaca, seakan akan bintang yang bercahaya seperti mutiara. Cahaya Qur’an ibarat pelita (lampu) yang menerangi dan terangnya terus menerus seperti bintang dilangit yang tak pernah redup apalagi padam. Sumber cahaya dalam pelita itu diselimuti kaca bening sehingga cahayanya berlapis lapis dan memancarkan effek terang yang sangat benderang.

Api dalam pelita itu dinyalakan oleh minyak dari pohon zaitun yang menyebabkan semburan api sebagai sumber cahaya tersebut selalu menyala. Karena minyak zaitun itupun sudah terang walaupun tidak disentuh api.

Pelita tersebut disimpan dalam lubang yang tak tembus, ini artinya akan terjaga dan tidak aka nada yang mampu dirusak oleh angin baik dari barat maupun dari timur. Itulah qur’an cahaya diatas cahaya. Begitulah Allah SWT mengibaratkan Qur’an sebagai Nuurun Ala Nurin / Cahaya diatas cahaya.

Ooo
Untuk apa cahaya itu?

Jika seseorang berada dalam ruangan yang gelap maka ia tidak akan bisa melihat benda benda didalam ruangan, tidak bisa membedakan benda benda apakah benda ini berbahaya atau bermanfaat, apakah benda ini baik atau buruk dan lain sebagainya, sehingga ia tidak akan dapat memutuskan dengan tepat akan setiap langkahnya.
Keadaan sebaliknya jika ruangan itu dinyalakan pelita yang memancarkan cahaya terang benderang, apa yang terjadi?. Pasti ia dapat melihat dengan jelas benda benda didalam ruangan itu. Mana benda yang bermanfaat dan berbahaya, mana benda yang baik dan yang buruk sehingga ia dapat mengambil keputusan dengan tepat dalam langkahnya.

Begitulah Al-Qur’an ia akan menjadi cahaya yang menerangi sehingga manusia dapat membedakan mana benar mana salah mana baik mana buruk mana halal mana haram.

Ooo
Dimana pelita itu dinyalakan?
Pelita itu dinyalakan didalam ruangan agar ruangan terang, maka dalam QS 24/36 Allah berfirman: “Bertasbih kepada Allah di rumah-rumah  yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,”.
Yaitu di buyut (rumah-rumah), kumpulan rumah-rumah itu adalah Baldah (negri), maka Qur’an harus menjadi CAHAYA dalam setiap negri. Negri yang diijinkan oleh Allah SWT untuk disebut Nama-Nya yaitu suatu negri yang berdiri atas nama Allah. 
Negri yang dikucuri karunia oleh Allah, negri yang mengakui Allah sebagai Pemegang Kedaulatan dan Kekuasaan Tertingginya. Baldah Thoyyibah Wa Robbun Ghafur.

Sebab hanya dalam negri tersebut Al-Qur’an dijadikan sebgai sumber hukum tertinggi, sehingga memancarkan Cahayanya sampai kepelosok pelosok. Memberi panduan dan tutunan akan halal dan haram, legal dan illegal, baik dan buruk, harus dan jangan.

Itulah Negri yang diijinkan oleh Allah SWT untuk disebut nama-Nya, karena telah menjadikan negrinya sebagai ruang terbuka untuk menerima segala aturan dari Cahaya Diatas Cahaya (Qur’an). Dan karena Qur’an disetiap suratnya dimulai dengan menyebut nama Allah.

Sungguh negri yang tidak dinyalakan pelita Qur’an (Qur’an tidak dijadikan sumber hukum), adalah negri yang DZULUMAT (pekat dengan kegelapan) walaupun negri itu subur makmur, gemah ripah loh jinawi tetapi tetap tidak akan membawa pada Rahmatan lil Aalamin (keadilan, kesejahteraan, kecerdasan dan kemakmuran) bagi penduduknya.

Ooo
Untuk siapa Cahaya Terang itu?
Yaitu untuk Rijal (manusia) yang tidak terlalaikan oleh perniagaan dan perdagangan dari dzkir kepada Allah. “laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.” ( QS 24/37)
Yaitu bagi manusia yang berada diruang negri yang dicahayai oleh Nur Ala Nur tersebut. Dan manusia manusia itu pulalah yang akan menyalakan api pelita Qur’an dengan MINYAK ZAITUN (darah dan keringat syuhada ). 
Sebab Pelita Qur’an tidak akan menyala jika tidak Dinyalakan oleh Rijal (manusia) yang focus pada keselamatan dirinya di akhirat, manusia yang semangat memperjuangakan nyala pelita Qur’an disetiap negri. Yaitu Para rasul dan para pengikutnya yang berjuang serpanjang masa demi terbitnya CAHAYA ILAHY dan sirnanya DZULUMAT (Kegelapan).

“(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dari kegelapan kepada cahaya dan mengerjakan amal-amal yang shaleh . Dan barang siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang shaleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya.”  








Apakah rumah (buyut) Nusantara ini akan menjadi buyut yang diterangi cahaya ilahy?
»»  SELENGKAPNYA...