Selasa, 14 Februari 2012

:: Manusia; Hamba Allah atau Hamba Thaguth || waiman cakrabuana

Manusia adalah makhluq (ciptaan ) Allah SWT [96:1-2]. Manusia  ada di dunia bukan atas kehendaknya, tetapi semata-mata kehendak (Iradah) dan kuasa (qudrah) Allah SWT saja. Asalnya manusia itu “tidak ada”, menjadi “ada” karena diadakan oleh Allah SWT Sang Pencipta [76:1-3].
Karena yang meng-ada-kan (menciptakan) manusia itu adalah Allah, maka yang tahu tujuan dan untuk apa manusia hidup didunia adalah Allah SWT. Sang Pencipta menyatakan bahwa tujuan manusia diciptakan adalah untuk mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT [51:56].
Karena tujuan penciptaan manusia itu adalah agar manusia mengabdi kepada Allah, maka Ibadah menjadi TUGAS HIDUP manusia [15:99].
Manusia tidak diciptakan oleh Allah untuk menjadi orang kaya atau orang miskin, sehingga menjadi kaya bukanlah kemuliaan dan menjadi miskin bukanlah kehinaan. Tetapi bagaimana kaya maupun miskin menjadi sarana (wasilah) pengabdian (ibadah) kepada Allah SWT.

Orang kaya bisa mengabdi dengan cara bersyukur, orang miskin bisa mengabdi dengan cara bersabar. Tidak juga diciptakan untuk menjadi orang cantik, orang terkenal, orang yang tinggi kedudukan sosialnya, tetapi diciptakan agar menjadi HAMBA ALLAH TA’ALA saja.

Ibadah secara tekhnis adalah “TAAT”, yaitu taat kepada Allah SWT dengan murni dan konsekwen menjalankan DIN ISLAM [98:5]. Menjadi Hamba Allah,  berarti menjadi manusia yang taat menjalankan aturan Allah didalam Din Islam.

Manusia yang sadar akan purwadaksinya, akan menjadi Hamba Allah. Walaupun sebagian besar manusia justru tidak menyadari jati dirinya. Bukannya menjadi hamba Allah (Abid Allah), malah menjadi Hamba Thaguth (Abid Thaguth) [5:60].

Abid Thaguth adalah manusia yang rela diatur dengan aturan yang diproduk oleh Thaguth [4:60].

Salah satu makna Thaguth adalah PEMBUAT ATURAN / HUKUM yang tidak bersumber kepada wahyu, hukumnya di dinamakan HUKUM JAHILIYYAH [5:50], sementara pembuatnya disebut Thaguth [4:60].

Jadi “menyembah” thaguth bukan berarti ruku dan sujud dihadapan thaguth tetapi dengan cara taat kepada aturan / hukum Jahiliyyah yang diproduk thaguth.

 Allah memvonis para penyembah thaguth itu dengan vonisan syirik (menduakan Allah) dan kafir (menolak hokum Allah) [2:256-257], sehingga pelakunya disebut MUSYRIK dan KAFIR.


Berikut ini perbandingan abid Allah dengan abid Thaguth

1. Abid Allah beribadah kepada Allah [1:5], sementara abid thaguth ibadahnya kepada thaguth [5:60]

2. Abid Allah beribadah kepada Allah dengan cara mentaati hokum Allah saja [12:40, 5:50], sementara abid thaguth ibadahnya kepada thaguth dengan cara mentaati hokum jahiliyyah [5:50], yaitu hokum dan perundang undangan yang dibuat thaguth [4:60]

3. Hukum Allah adalah hokum dan perundang undangan yang bersumber dari wahyu Allah SWT [5:48]. Sementara hokum Jahiliyyah produk thaguth adalah hokum yang digali dan bersumber dari: [1] Prasangka, pikiran atau filsafat [10;35-36], [2] Hawa nafsu [25;43], [3] budaya manusia [5:104], atau [4] suara terbanyak / opini public [6:116].

4. Abid Allah akan mendapat busyra (kabar gembira) dari Allah yaitu surga [39:17]. Sementara Abi Thaguth karena musyrik, maka balasanya:
~ Tidak akan diampuni dosanya [4:48]
~ Dihapus amal baiknya [39:65]
~ Haram masuk surga [5:72]
~ Tempatnya neraka [5:72]
~ Haram dimintakan ampunan kepada Allah [9:113]
~ Haram berada dalam kepemimpinannya [5:51, 9:23-24]
»»  SELENGKAPNYA...

:: laa Ilaaha Illallah || waiman cakrabuana

Firman Allah SWT: Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Ilah (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang Mumin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu. (QS. 47:19)

Wazir Abu Mudzaffar dalam kitabnya Al-Ifsoh berkata: “SYAHADAT [PERSAKSIAN] “Laa Ilaaha Illallah” (TIADA TUHAN SELAIN ALLAH) , MENUNTUT KEPADA YANG BERSAKSI UNTUK MENGILMUI MAKNA “Laa Ilaaha Illallah” INI, SEBAGAIMANA FIRMAN ALLAH DALAM qs 47:19. [1]

“LAA ILAAHA ILLALLAH” adalah “kalimah Tauhid” yang menjadi dasar tegaknya aqidah seorang muslim. Ia juga merupakan “kalimah Toyyibah” (kalimah yang baik) [QS 14:26]. Seperti “pohon yang baik”, Yaitu kalimah yang akarnya kuat menghunjam kedalam bumi dan batangnya menjulang tinggi kelangit serta senantiasa berbuah setiap musim.


MAKNA ILAH
“ILAH” berasal dari akar kata “aliha – Ya’luhu – Ilaahan”, artinya kecenderungan terhadap sesuatu. “ILAH” secara semantiq (bahasa) dapat berarti kecenderungan dan kerinduan seseorang kepada sesuatu yang ia cintai, dengan suatu harapan mendapat pertolongan dan perlindungan darinya dengan melakukan pengabdian untuknya”. [2]

Ibnu taimiyyah berkata: “AL_ILAH” artinya adalah “Al-Ma’bud”(yang di Ibadahi) Al-Muthoi (yang ditaati). Karena sesungghnya Al-Illah itu Ma’luh (yang dianggap Tuhan) dan Ma’luh itu yang berhaq di Ibadahi. Dia harus bersifat dengan sifat-sifat yang semestinya, yaitu dicintai dengan puncak kecintaan dan di taati dengan puncak ketaatan”.(3)

Abu Abdillah Al-Qurthubi menafsirkan Laa ilaaha illallah dengan “Laa Ma’buda Illa Huwa” (Tidak ada yang diIbadahi selain Dia)(4)

Ibnu Qoyyim berkata:” Al-Ilaah yaitu dimana hati merasa merendah kepada-Nya dalam bentuk Mahabbah (kecintaan) , Mengagungkan, memohon pertolongan, memuliakan, membesarkan, tunduk, takut, mengharap dan Tawakkal”(5)

Az-Zamakhsyari berkata: “ Al-Illah termasuk dari isim Ajnas (nama jenis), seperti manusia dan kuda. (dimana Al-Illah itu) digunakan untuk nama semua Ma’bud (yang di Ibadahi) baik terhadap (Illah) yang benar maupun yang Bathil, namun (penggunaannya) terkenal untuk Ma’bud yang benar”[6]. Jadi pada intinya, para ulama sepakat mengartikan “Illah” dengan pengertian “Ma’bud” (yang di Ibadahi). Ini Artinya, Al-Illah adalah objek pengabdian (Ibadah) dan darma Bakti manusia, dan Alloh adalah Ilahul Haq (Illah yang sebenar-benarnya) dan Ilahul Wahhid (Illah yang Esa). Hal ini sesuai dengan konsep Laa ilaaha illalloh (tiada ilah / Tuhan selain Alloh).

Karena Al-Illah adalah Al-Ma’bud (yang di Ibadahi), dan menurut ibnu katsir ibadah itu meliputi 3 hal, yakni berkumpulnya 3 kesempurnaan: (1).Kaamalul Mahabah (kesempurnaan kecintaan, (2). Kaamalul Khudlu’ (kesempurnaan ketundukan-kepatuhan), (3) Kaamalul Tadzallul (kesempurnaan rasa rendah diri) konsekwensinya: kemana tiga kesempurnaan sikap itu diarahkan, kesitulah dia ber-Illah (Tuhan).

MAKNA LAA ILAAHA ILLALLOH

Dalam kalimat Laa ilaaha illalloh, terkandung dua makna penting[8]:
1. Nafi (penolakan) seluruh bentuk Uluhiyyah (hak pengabdian) dari selain Alloh
2. Itsbat (menetapkan) Uluhiyyah (hak pengabdian Hamba) bagi Alloh yang Esa.
Musyahid (yang bersaksi) bahwa “ Tiada Ilah selain Alloh” dituntut untuk berani mengatakan “Tidak” terhadap segala bentuk Ilah (Tuhan) selain Alloh, dalam arti menolak, mengkufuri dan tidak mau kompromi terhadap segala bentuk Ilah (Tuhan) selain Alloh.

Dan dalam waktu yang bersamaan ia dituntut untuk berani mengatakan “Ya” terhadap Alloh, dalam arti siap setia, taat dan mengabdi hanya pada Alloh.

Firman Alloh SWT: “ Dan Kami telah utus pada setiap ummat seorang Rosul agar mereka beribadah (mengabdi) kepada Alloh dan menjauhi thoguth” (Q.S: 16:36)

Pengabdian Total (Q.S: 15:99) dan murni hanya pada Alloh (QS 39:2, 4:36), adalah bukti nyata pengamalan Laa ilaaha illalloh.

Kalimat tauhid ini dimulai dengan ungkapan “Laa” yang artinya “Tidak” dengan tiga muatan makna essensial yang terkandung dalam ungkapan “Laa” (Tidak) terhadap segala bentuk Ilah (Tuhan) selain Alloh, yaitu:
1. Nafy (menolak), tidak mengakui ilah selain Alloh, bahwa Alloh saja yang benar yang lain tidak (QS 31:30), maka turunannya hanya hokum / undang-undang Alloh yang haq (benar) dan diakui, selain itu tidak (QS 5:49-50)

2. Barro (berlepas diri), tidak ikut serta dalam tatanan peraturan atau system (prodak) ilah selain Alloh (60:4)

3. Shodama (siap menghancurkan), tidak bershabat dan tidak mau kompromi dengan segala bentuk Ilah selain Allah (60:4)

Kalimat tauhid ini juga dipungkasi dengan ungkapan “Illa” yang artinya”Hanya”, dengan tiga muatan makna essensial yang terkandung dalam ungkapan “Illa”, Hanya Alloh satu-satunya Ilah yang Haq (benar), yaitu:
1. Mahabbah, cinta sejati sepenuh jiwa kepada Alloh SWT (QS 2:165)
2. Khudlu, Tunduk patuh setia pada titah perintah Alloh SWT (QS 33:36)
3. Tadzallul, Berendah diri tiada arti dihadapan Alloh SWT semata


LOYALITAS DAN INDEPENDENSI

Salah satu konsekwensi dari Laa ilaaha illalloh (tauhid) adalah menegakkan Loyalitas (al-Wala’) dan independensi (Al-Barro). Kekeliruan menempatkan loyalitas dan independensi, dalam analisa tauhid akan sangat patal kejadiannya, bisa-bisa ia berada diluar jalur ke tauhidan.
Konsep Al-Wala’ (loyalitas) dan Barro (independensi) adalah suatu konsep terpenting dalam ajaran Islam yang wujud dari konsekwensi Laa ilaaha illalloh. Dimana konsep ini merupakan salah satu ciri khas Aqidah Islam. Tidak sempurna aqidahnya kecuali dengan menegakkan Al-Wala’ Wal Barro.

Dari segi bahasa Al-Wala’ artinya adalah kecintaan, kedekatan, setia, memprioritaskan dan membela (menolong), atau dalam kata lain dapat diartikan dalam satu kata, yaitu “Loyalitas”.
Sementara Al-Barro dari segi bahasa bermakna Kebencian, jauh dan permusuhan atau kita ringkaskan dalam arti satu kata yaitu”Independensi”(pemutusan hubungan / berlepas diri).

Al-Wala’ (loyalitas) bagi seorang muslim hanya berhak diarahkan kepada Alloh, Rosul-Nya dan orang yang beriman yang menegakkan Sholat, mengeluarkan Zakat serta ia tunduk patuh pada Alloh (QS 5:55).

Sementara Al-Barro bagi seorang muslim wajib diarahkan kepada segala bentuk ilah selain Alloh dan kepada orang-orang kafir, musyrik dan munafiq (QS 60:4)

Haram hukumnya bagi seorang muslim mengarahkan wala’nya kepada non muslim dan musuh-musuh Alloh, tindakan seperti ini akan merusak aqidah dan cenderung membawa pelakunya kearah kemurtadan.

Adapun bentuk Muwallah (kerjasama) yang haram dilakukan seorang muslim terhadap non muslim diantaranya[9]:
1. Mengangkat orang-orang kafir-musrik dan munafik sebagai pemimpin (QS 9:23, 5:51, 5:57)
2. Memberikan ketaatan, bantuan, pertolongan dan ikatan penuh (seumur hidup) dengan orang-orang kafir (QS 59:11). Termasuk kedalam Wala’ jenis ini ialah tindakan politisi yang mendukung, mengangkat dan membela orang kafir, musyrik dan munafik, baik sebagai individu, kelompok atau partai. Juga termasuk dalam kategori ini, tindakan orang-orang yang menjadi anggota atau simpatisan yang mendukung dan setuju pada suatu partai, organisasi atau lembaga sesat yang tegak diatas landasan selain Islam.
3. Menyampaikan rahasia orang-orang mu’min kepada orang-orang kafir (QS 60:1)
4. Cinta dan berkasih sayang terhadap Orang Kafir (QS 58:22), artinya lebih memprioritaskan kepentingan pihak musuh Alloh dari pada kepentingan kaum Mu’min.
5. Duduk semajelis dengan orang kafir dan munafiq dengan kerelaan, dan mendengarkan percakapannya yang memperolok Al-Qur’an, serta berada tetap dalam Majelis tersebut tanpa membantah atau menampakkan kemurkaan, atau keluar dari Majelis tersebut (QS 4:140)
6. Ketaatan kepada orang kafir baik secara individu maupun organisasinya(QS 33:48, 68:8-15, 18:28, 26:151-152)
7. Tasyabbuh, meniru atau menyerupai orang kafir dalam bidang aqidah dan ibadah (QS Al-Kaafiruun). Sabda Rosululloh SAW:”Barang siapa yang meniru suatu kaum, maka ia adalah bagian dari kaum itu” (HR Ahmad, Abu Daud dan Thobroni).
8. Menjadikan orang-orang kafir sebagai teman setia (QS 3:118)
9. Berhukum memakai hukum dan undang-undang Orang-orang kafir yang tidak merupakan hukum Alloh (QS 4:51, 2:101-102)



_____________________________
1. FATHUL MAJID (hlm. 52)
2. Meluruskan Tauhid (hlm. 53)
3. Fathul Majid (hlm. 53)
4,5,6, Meluruskan Tauhid (hlm. 53)
7. Tafsir Ibnu Katsir (hlm. 24)
8. Kitabu Qaulu Sadied (hlm. 37)
9. a- Al-Wala
b- Majalah Al-Muslimun
»»  SELENGKAPNYA...

Minggu, 12 Februari 2012

:: Fitrah Manusia ...... by waiman cakrabuana

~ Pengertian fitrah ~

Fitrah adalah bahasa arab, yang arti asalnya adalah “menciptakan”, seperti dalam QS 35:1, disana Allah sebagai “FAATIRU samawati wal ardhi” (Pencipta langit dan bumi).

Dalam kamus Lisanul Arab, Ibnu Mandzhur menulis salah satu makna ‘fitrah’ dengan arti (Al-Ibtida wal ikhtiro / memulai dan mencipta). Sehingga dapat ditarik pengertian bahwa FITRAH adalah penciptaan awal atau asal kejadian. FITRAH adalah kondisi "default factory setting", suatu kondisi awal sesuai desain pabrik.

Sebagai ilustrasi misalnya suatu barang, sebut saja “gelas”. Gelas pada awalnya diciptakan (dibuat) dengan tujuan sebagai alat minum, maka fitrah-nya gelas adalah sebagai alat minum. Si pembuat gelas (pabrik) pasti telah memilih bahan, proses dan desain produknya sesuai dengan tujuan ia membuatnya. Oleh karena itu maka gelas itu sangat cocok dan pas dipakai sebagai alat minum karena sesuai dengan fitrahnya.

Pertanyaan berikutnya, apakah gelas itu bisa dipakai sebagai alat mandi?. Jawabnya tentu bisa. Tetapi yang perlu diperhatikan, pasti tidak nyaman memakainya dan si gelas itu akan cepat rusak.

~ Fitrah manusia ~

Allah telah menciptakan manusia dengan tujuan agar manusia menjadi Hamba Allah yang pandai mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT. Firman Allah SWT: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. 51:56).

Allah Al-Khaliq (Pencipta) dan Al-Mushowwir (Pendesain) , pasti telah mendesain penciptaan manusia baik dari bahan dan prosesnya, sedemikian rupa agar hasil akhirnya lahir suatu makhluk manusia yang bisa mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT. Jadi fitrahnya manusia adalah mengabdi ataui beribadah kepada Allah SWT.

Karena fitrahnya manusia adalah mengabdi (ibadah) kepada Allah SWT, maka manusia dengan struktur jasmani dan rohaninya pasti bisa dipakai untuk mengabdi (ibadah) kepada Allah. Rohani dan jasmani manusia pasti cocok dan pas dipakai untuk beribadah. Sebaliknya jika dipakai maksiat (membangkang) kepada Allah pasti tidak nyaman, dan dipastikan pasti bakal cepat rusak dan celaka. Sungguh kecelakaan manusia adalah karena penyimpangan dari “FITRAHNYA”.

Seandainya manusia telah lama dan jauh menyimpang dari fitrahnya maka kadang manusia telah merasa nyaman dengan kemaksiatan. Tetapi yang perlu dicatat itu hanyalah sementara karena pada ujungnya pasti bakal rusak / celaka karena penyimpangan dari fitrahnya. Firman allah: Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka gembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa. (QS. 6:44)

By: waiman cakrabuana
»»  SELENGKAPNYA...

:: ISLAM Bukan Sekedar Agama..... by waiman cakrabuana

Islam adalah nama (ismun), nama bagi suatu “Dien” seperti dalam firman Allah: “Warhoditu Lakumul Islaama Diina…” (dan kuridhai bagimu Islam sebagai Dien) (QS 5/3).

Al-Islam itu sendiri diambil dari bahasa arab yang memiliki arti: Aslama (tunduk/ menyerah), Assalaam (menyelamatkan), Assilmu (damai) dan assulaam (tangga). Dengan demikian maka Dinul Islam adalah Dien yang berporos pada kepasrahan hamba kepada Allah, yang dengan ketundukannya manusia akan menemukan ketentraman jiwa, ketinggian derajat dan keselamatan jiwa raga, dunia dan akhirat.

 
Karena Islam itu adalah Dien, maka sangat pentinglah kita membongkar makna / pengertian Ad-Dien itu, sehingga kita dapat dengan persis memahami apa itu Islam.

Ad-Dien dalam padanan bahasa Indonesia diartikan dengan istilah AGAMA. Pengalihan dari terminology “Dien” kepada term “AGAMA” tidaklah semuanya tepat. Sebab Agama (terutama) dalam pengertian yang berkembang dimasyarakat adalah suatu tata aturan kepercayaan dan hubungan dengan Tuhan / Dewa, seperti yang dijelaskan dalam Kamus Besar bahasa Indonesia.

Tentusaja sangat keliru dan mengandung potensi menyesatkan jika Dien diartikan hanya sebatas “Kepercayaan” dan hubungannya dengan Tuhan. Mari kita periksa maksud Allah didalam Al-Qur’an.

Didalam Qur’an, term DIEN digunakan dalam beberapa penggunaan:
  1. Undang-Undang (hukum / aturan) Kerajaan, dalam QS 12/76. Dalam ayat itu disebut “Diinil Maliki” yang artinya Undang-undang kerajaan. Lihat juga Qs 24/2, 42/13, 24 dll.
  2. Kekuasaan, dalam QS 56/86-87. Dalam ayat itu disebut Madiiniin yang artinya KEKUASAAN. 
  3. Ketaatan, dalam QS 98/5. Dalam ayat itu ad-dien diartikan Ketaatan.
  4. Pembalasan / sangsi, dalam QS 1/4. Dalam ayat itu Addien diartikan pembalasan / sangsi.

Dari pengertian diatas dapatlah kita simpulkan bahwa dien adalah SUATU SISTEM KEHIDUPAN YANG DIDALAMNYA TERDAPAT SISTEM HUKUM, SISTEM KEKUASAAN (PEMERINTAHAN) DAN SISTEM KETAATAN MASYARAKAT (SISTEM KEMASYARAKATAN), YANG MANA SISTEM HIDUP ITU MEMILIKI KEKUATAN UNTUK MEMAKSA MASYARAKAT YANG ADA DIDALAMNYA UNTUK TAAT KARENA JIKA TIDAK PASTI AKAN MENDAPAT SANGSI.

Sistem kehidupan yang terdiri dari Sistem Hukum, Sistem Pemerintahan dan Sistem ketaatan itu, zaman sekarang lebih dekat dengan pengertian “state” (Negara). Sebab Negara itu memiliki ketiga unsur Dien seperti yang diungkapkan Qur’an. Dan Negara adalah Institusi social yang bersifat memaksa dan dapat memberi sangsi kepada rakyatnya, jika melanggar aturan.

Al-Qur’an menjelaskan lebih visual tentang Dien ini, dengan kisah Fir’aun (QS 40/26-29). Kerajaan Fir’aun , sebagai system pemerintahan dinegeri Mesir,  ketakutan akan gerakan Nabi Musa As, yang dikuatirkan akan membuat revolusi bagi “Dien” (system hidup) mereka dengan Dien yang dibawa oleh Nabi Musa. Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): "Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar DIEN-MU atau menimbulkan kerusakan di muka bumi".. (40/26).
Apa yang dikuatirkan oleh Raja Fir’aun,  bukanlah isapan jempol. Sebab sebelumnya Nabi Musa memproklamirkan “KERAJAAN”.

Tentu saja kerajaan yang didirikan Musa adalah kerajaan Islam. “(Musa berkata): "Hai kaumku, untukmulah kerajaan pada hari ini dengan berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah jika azab itu menimpa kita! Fir'aun berkata: "Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar".. (40/29).

Berdasar QS 40 ayat 26 dan 29, Fir’aun adalah Raja bagi kerajaan Mesir dan Qur’an menyebutnya " Dien-nya Fir’aun".  Nabi Musa adalah Raja bagi kerajaan Islam dan Qur’an menyebut sebagai "Dien" yang akan dimenangkan Musa diatas Dien-nya Fir’aun.

Disini nampaklah secara visual makna Dien yang dimaksud Al-Qur’an yaitu system hidup,  yang pada masa Nabi Musa di nampakan adanya dua system Hidup, yaitu KERAJAAN MESIR yang dipimpin oleh Fir’aun dan Kerajaan Islam yang dipimpin oleh Nabi Musa.

Tentu saja diwilayah yang sama tidak mungkin ada dua kerajaan kecuali yang satu sudah mapan (merdeka) dan yang satunya sedang BERJUANG (terjajah), negara yang belum memiliki wilayah yang dikuasai secara de facto.  Kalau zaman sekarang (mungkin) istilah "Dien" sepadan dengan istilah Negara seperti amerika, Inggris, Arab Saudi dan lain-lain.  ISLAM adalah Dien, tidak dapat dibandingkan dengan agama Kristen, agama Yahudi, kecuali dengan kerajaan kristen, kerajaan Yahudi, negara sekuler dan lain lain.

Sangatlah tidak sepadan jika istilah Dien dipadankan (dalam bahasa Indonesia) dengan pengertian agama.

Dien Islam berarti system hidup Islam yang wujudnya adalah Kerajaan / Negara yang bersumberhukumkan Al-Qur’an. Kesimpulannya:
  • ISLAM adalah nama bagi suatu Dien Dien adalah sistem hidup yang divisualkan oleh Allah dalam Qur'an seperti KERAJAAN FIR'AUN
  • Kerajaan / negara adalah wujud Ad-Dien,  bisa dalam pengertian Negara yang sudah berkuasa secara de facto seperti kerajaan Fir'aun atau bisa juga Negara yang sedang berjuang seperti Kerajaan Musa
  • Kerajaan Fir'aun adalah Dinul Bathil karena tidak bersumber hukum Kitab Allah, sementara Kerajaan Musa adalah Dinul Haq karena bersumber hukumkan KITAB ALLAH
  • ISLAM adalah Dinul Haq
»»  SELENGKAPNYA...

Minggu, 05 Februari 2012

:: Pendirian Amal || wai,an cakrabuana

Tugas pengabdian dharma bakti KITA kepada Allah, tidak akan berdiri, kecuali jika para pengabdi mendirikannya diatas 3 pendirian amal yaitu isthitho’ah (optimal), Istiqomah (teguh pendirian) dan Isti’anah (Pengharapan total kepada Allah).

 --------------------------------------------------------

ISTHITHO’AH  (OPTIMAL)
adalah usaha kuat dengan mengerahkan segala karunia Allah baik Amwal (harta) mauPun Anfus (jiwa), demi terlaksananya amal shaleh, demi terlahirnya bakti suci pengabdian

Pengabdian kepada Allah dalam rangka mentegakan Diin-Nya tidak akan terlaksana tanpa JIHAD & MUJAHADAH (Perjuangan dan Kerja keras)
“dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS 29/69)

Sebesar-besar tenaga, sekuat-kuat energi semua dikerahkan demi sempurnanya pengabdian. Tak ada waktu dan kesempatan kecuali didedikasikan untuk bakti suci mentegakan kerajaan Allah dimuka bumi. Tak ada pikiran dan cita cita tertingginya kecuali ditujukan demi meraih keridhoan Allah SWT.
 ---------------------------------------------------------------------------------------

ISTIQOMAH (TEGUH PENDIRIAN)
ialah pendirian yang tegak, haluan yang lurus, sikap yang tegas dan nyata, dan menuju satu maksud yang tentu. Ia tidak tergantung kepada jalannya angin, ataupun besar kecilnya gelombang di laut; tiada api yang menghanguskan dia, tiada pula air yang membasahinna.

Istiqomah berarti beramal shaleh dengan tidak terpengaruh oleh situasi kondisi, tiada angin kecil yang dapat membiusnya, tiada angin besar yang dapat menumbangkannya. Tiada nikmat yang akan melalaikannya dan tiada musibah yang akan melemahkannya dalam beramal shaleh.

Firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS 41/30).

Sungguh bakti suci sebagai wujud HAMDALAH (Syukur) tidak akan berdiri tanpa KETEGUHAN PENDIRIAN, KETEGASAN, KEKERASAN TEKAD.
 --------------------------------------------------------------------------

 ISTI’ANAH (Penuh harap kepada Allah)
adalah pasrah dan sumerah kepada Allah sambil penuh optimis akan Rahmat dan Karunia Allah. Yakin akan KUASA dan ANUGERAH KARUNIA ILAHY

Kepercayaan akan kekuatan dan kekuasaan Allah yang bulat. Kepercayaan akan Kasih sayang Allah yang total. Kepercayaan akan kemaha agungan Allah adalah dasar ia beristi’anah.
Beramal shaleh dengan selalu berharap penuh kepada Allah; do’a kepasrahan dan kepercayaan penuh akan kuasa ILAHY adalah pendirian amal shaleh. Firman Allah:

“Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”(QS 2/153)
»»  SELENGKAPNYA...

Jumat, 03 Februari 2012

:: ISLAM Dien Wahidun ...... by waiman cakrabuana

Para Rasul itu sama dan tidak boleh dibedakan satu sama yang lainnya (QS 4/152, 2/136, 285, 3/84). Para Rasul semua membawa Huda (Kitab Allah) dan Din Haq (Islam) (QS 9/33, 48/28)

Beberapa keterangan Dien yang dibawa oleh Para rasul:



Nabi Nuh a.s. berkata:  … dan aku disuruh supaya tergolong menjadi orang-orang yang berserah diri kepada Allah (muslim). (Yunus: 72)

Nabi Ibrahim dan Isma’il. Ya Rabb kami, jadikanlah kami berdua sebagai orang-orang yang berserah diri kepada-Mu (muslim)…. (Al-Baqarah: 128).

Nabi Ya’qub mewasiatkan ISLAM kepada anak-anaknya. Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama (Islam) untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaaan tetap memeluk agama Islam.(Al-Baqarah: 132).

Nabi Musa a.s. member nasihat  kepada para pengikutnya. … maka hendaklah hanya kepada-Nya kamu bertawakal jika kamu benar-benar muslim (orang yang berserah diri kepada-Nya).

Nabi Yusuf a.s. sangat berharap mati dalam keadaan Islam. … wafatkanlah aku sebagai seorang muslim, dan gabungkan aku bersama orang-orang yang shalih.(Yusuf: 10).

Hawariyin (pengikut setia Nabi Isa a.s.) pun menegaskan identitas keimanan mereka sebagai orang Islam. Kami beriman kepada Allah dan kami bersaksi sesungguhnya kami adalah muslim (orang-orang yang berserah diri).(Ali Imran: 52).

Ratu Saba’ berkata: Wa aslamtu ma’a Sulaiman lillahi rabbil alamiin “… dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Rabb semesta alam.” (An-Naml: 44)

Rasulullah Muhammad saw. menegaskan bahwa Dien para nabi dan rasul adalah satu: Islam. Nabi-nabi itu bersaudara lain ibu. Ibunya berbeda-beda, tetapi Diennya  satu, begitu kata beliau.

Intinya seluruh Para Rasul membawa misi mentegakan Dinul Islam,  Dia telah mensyariatkan agama kepadamu, sebagaimana yang diwasiatkan-Nya kepada Nuh, dan yang telah diwahyukan kepadamu dan Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu: tegakkanlah agama dan janganlah kamu bercerai-berai di dalamnya…. (Asy-Syura: 13)..

INILAH MAKNA AL-ISLAMU DIENUN WAHIDUN (ISLAM ITU DIEN YANG SATU), DIEN SATU-SATUNYA YANG DIBAWA OLEH PARA RASUL.
»»  SELENGKAPNYA...

Rabu, 01 Februari 2012

:: Kembali ke Asal || waiman cakrabuana

Kita berasal dari Allah dan pasti akan kembali (dikembalikan) kepada Allah
(Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Ro'jiun) .....

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. [[16/78]]

Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? [[ 23/115 ]]

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.  [[ 29/57 ]]

Kita berasal dari Allah dalam keadaan Fitrah... dengan memiliki kecenderungan untuk mengabdi, berdinul Islam dan mendukung al-haq (kebenaran) .....
"Fitrotallah Allati Fatoron Naas Ilaiha" (30/30)

alangkah indahnya jika jiwa yang asalnya dari Allah itu fitrah
saat kembali kepadanya dalam keadaan semula alias terjaga fitrahnya

Bayangkan saja jika kita punya barang dalam keadaan baik. Kemudian dipinjamkan kepada orang lain, namun saat barang itu dikembalikan kepada asalnya (pemiliknya) dalam keadaan kotor dan rusak????????

Padahal yang meminjamkan sadar betul ,  bahwa barang yang dipinjamkan itu akan dipakai si peminjam, kemungkinan kotor atau rusak itu sangat mungkin, tetapi si peminjam seharusnya tahu diri. seandainya kotor; segera bersihkan dulu , seandainya rusak,  segera perbaiki sebelum dikembalikan pada si pemilik

begitu juga diri ini, dari Allah-nya dalam kondisi FITRAH, maka harus kembali dalam keadaan semula yaitu FITRAH. Jangan dikembalikan jiwa ini dalam keadaan kotor fitrahnya dengan dosa dan atau rusak dengan kemusyrikan. Dan seandainya kotor: segera bersihkan dengan TAUBAT dan jika Rusak:  perbaiki dengan TAUHID (syahadah).

sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu,
dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotori jiwa itu.
[[ 91/9-10 ]]
»»  SELENGKAPNYA...